– Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperingatkan para pekerja global di negara maju dan berkembang untuk bersiap menghadapi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Peringatan tersebut dilontarkan OECD usai sejumlah perusahaan dunia kepincut untuk mengadopsi kecanggihan teknologi Artificial Intelligence (AI) ketimbang melakukan rekrutmen karyawan. “Akselerasi perkembangan dan alat terkait AI generatif baru baru ini menandai titik balik teknologi dengan implikasi material di banyak tempat kerja,” ucap Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann.
Kendati kehadiran AI generatif masih banyak ketidakpastian, namun para perusahaan memandang AI sebagai salah satu potensi sumber daya masa depan yang memberikan efek makroekonomi paling besar. Ini lantaran AI generatif dapat mengoptimalkan alur kerja bisnis, mengotomatisasi tugas tugas rutin seperti pengolahan data, analisis data, dan monitoring sistem, serta melahirkan generasi baru aplikasi bisnis. Tak hanya itu AI juga diklaim mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan dengan biaya operasional AI yang jauh lebih murah ketimbang menggunakan sumber daya manusia.
Kantor PM Israel Unggah Video Netanyahu Bertemu Keluarga Tentara Israel yang Terbunuh di Gaza Diadukan Kades se Kecamatan, Eddy Saputra Siregar Kini Dipindahtugaskan ke Dinas Perikanan Halaman all Gaza Jadi 'Neraka' Bagi Tentara Israel, Jumlah Personel IDF yang Tewas Terus Bertambah
Blibli Adopsi Teknologi AI dalam Sistem Gudang Warga Ukraina Siap %27Angkat Kaki%27 dan Ganti Kewarganegaraan Daripada Berperang Melawan Rusia Alasan ini yang kemudian membuat beberapa perusahaan berbondong – bondong mengadopsi kecanggihan teknologi seperti Chat GPT.
Meski kemunculan teknologi AI berpotensi mendorong kemajuan teknologi yang massif di berbagai industri. Namun sayangnya kemunculan AI ini memicu adanya gelombang PHK lanjutan di industri teknologi. OECD mencatat setidaknya ada 27 persen tenaga kerja yang akan kehilangan pekerjaan di tahun ini karena AI. “ Kehadiran AI yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan lantaran kecanggihan AI dapat menjalankan 100 ketrampilan sekaligus. Akibatnya, pekerjaan bergaji tinggi yang membutuhkan pendidikan tinggi bisa menjadi yang paling menderita,” jelas Cormann. Senada dengan OECD, ekonom David Autor yang sempat melakukan studi terkait adopsi AI menjelaskan bahwa 60 persen pekerja akan menghadapi badai PHK secara besar besaran.
Meskipun tidak semua divisi dapat digantikan dengan teknologi AI, namun dengan menyematkan teknologi model AI pada sistem Reinforcement Learning from Human Feedback (RLHF) pekerjaan tertentu dengan mudah dapat diotomatisasi oleh teknologi AI. Diantaranya seperti menulis teks, menerjemahkan bahasa, menggambar hingga melakukan percakapan seperti manusia dengan berbagai topik. Lebih lanjut guna mencegah bertambahnya angka pengangguran akibat AI, OECD mengimbau pemerintah untuk mempersiapkan pekerja agar dapat menghadapi perubahan dan memanfaatkan peluang yang akan dihasilkan oleh AI.